Siang ini
saya tidak ke dapur untuk menyantap makan siang seperti biasanya. Undangan
rapat penutupan kegiatan UAN sudah saya kantongi dari dua hari kemarin. Sudah
rahasia umum, kalau rapat siang otomatis ada bungkusan nasi tersedia untuk
peserta rapat. Alhamdulillah menu rapat siang ini adalah sate kambing, menu
yang lama tak jumpa. Selesai rapat, saya mendapat amanah untuk mengantarkan
beberapa bungkus sate kambing untuk Syekh kami, Syekh Makhrus. Kebetulan Istri
dan ke empat anaknya baru tiba di Indonesia dan saya pribadi belum sempat
melihat mereka. Dijalan menuju kediaman beliau, saya dan teman saya
melatih-latih bahasa Arab kami. Karena Syekh Makhrus belum bisa berbahasa
Indonesia dengan lancar, maka kami lah yang harus berbahasa Arab.
Pintu
rumah Syekh selalu terbuka, menunjukkan keterbukaan terhadap siapa saja yang
ingin berkunjung.
Assalaamu'alaikum,"
salam kami dari depan pintu.
Wa'alaaikumsalam
warahmatullah wabarakatuh", terdengar suara menjawab salam dari dalam
rumah.
Ternyata
yang menyambut kami adalah istri syekh.
Tafaddhol….Tafaddhol…..
Kami
disambut dengan sangat baik, keluarga tersebut benar-benar mengamalkan
ikraamudh dhuyuf yang diajarkan dalam Al-Qur'an. Kami digelarkan tikar,
sedangkan pemilik rumah duduk dilantai tak beralas. Kami disuguhkan buah dan
minuman. Teman saya langsung mengambil pisang yang disuguhkan, buah favoritnya.
Sedang saya yang masih kenyang dengan makanan ringan di rapat tadi, tidak
mengambilnya. Syekh pun berkata, ambillah. Saya bilang, syukron syekh, saya
masih kenyang. Tidak...tidak...kau harus makan walau sedikit. Karena tidak enak
menolak, akhirnya saya makan (dan ternyata habis satu biji, pedahal katanya
kenyang hehe).
Untuk memecah kesunyian, teman saya berusaha bertanya dengan bahasa Arabnya yang minim...ternyata istri Syekh mengerti kesulitan teman saya dan berusaha menebak jawaban dengan bahasa Inggris. Ternyata Istri Syekh dan anak pertama mereka Salimah, dapat berbicara bahasa Inggris sedikit-sedikit. Percakapan pun sedikit terselamatkan.
Kemudian Muhammad, anak kedua Syekh, pulang sehabis bermain. Syekh memanggilnya, kemudian menyuruhnya untuk menghafal surat An-Naba… dan subhanallah, dengan lancar dibacanya surah tersebut oleh Muhammad. Kadang terjadi sedikit kesalahan, namun Syekh dan istrinya memberi petunjuk untuk membenarkan. Jelas Syekh ingin menunjukkan hal yang baik untuk memicu hafalan kami yang pas-pasan. Kalau dibanding Muhammad yang berusia 9 tahun, saya kalah jauh. Saya baru bisa menghafal An-Naba ketika kelas 3 SMP. Hehe. Kemudian teman ku bertanya lagi, istri dan anak Syekh mau tinggal disini untuk berapa lama. Dijawabnya setahun. Lalu bagaimana dengan sekolah anak-anak. Dijawab bahwa Ummi nya yang akan mengajar mereka. Subhanallah. Ketika Syekh menyatakan keinginannya belajar bahasa Inggris untuk membantu komunikasi, sang istri justru sudah terlebih dulu bisa bahasa Inggris. Dan tidak mungkin sang istri dapat membenarkan hafalan Muhammad tadi, jika beliau sendiri belum hafal surah tersebut. Subhanallah. Ibu memang "seharusnya" menjadi madrasah yang baik.
Ditengah-tengah perbincangan, teman saya nyeletuk. Syekh, istri anda cantik. Alhamdulillah, dapat istri cantik dan sholehah, kata beliau. Lalu tiba-tiba beliau mendoakan kami: semoga diberi suami yang selalu melaksanakan sholat, puasa, membaca Qur'an dan sholat malam. Doa yang sederhana, tapi saya mengamini dengan lisan dan hati saya. Karena tahu bobot doa beliau itu berat, tidak biasa, dan menentramkan. (sekali lagi Amin ^_^)
Akhirnya kami pamit pulang, dengan berat hati. Keluarga tersebut dengan santun mengantar kami ke muka pintu. Berkata berkali-kali agar kami bisa mampir lagi lain waktu. Karena ketulusan mereka menyambut tamu membuat sesuatu dalam diri saya enggan meninggalkan rumah mereka begitu saja. Indahnya Silaturahim. Subhanallah.
"….,
tidakkah kamu melihat bahwa aku menyempurnakan sukatan dan aku adalah
sebaik-baik penerima tamu?" (Q.S. Yusuf :59)
0 komen:
Post a Comment