Lampu Sein Sang Supir Taksi
Entah akunya yang terlalu pemikir ato sudah canggih duluan dari sononya (hehe....). Tapi selagi kecil dikandung badan, pas lagi naek taksi, sering ku perhatikan rating kanan kiri milik bang sopir. Dalam pikiran kecilku lampu rating yang gantian nyala itu ibaratnya mesin penunjuk arah bagi si bang sopir. Habisnya, lampunya tu nyala sebelum bang supir belok kanan/kiri. Hmm bangga saya bisa naik mobil sedan canggih begini. Jadi biarpun bang supir ga tahu rute jalan, kan masih bisa dipandu sama lampu rating itu. Polos sekali pikiran saya. Hahaha....
Setelah sekian tahun menuju kedewasaan fisik dan pikiran, baru nyadar kalau aku "tertipu". Parahnya lagi aku mengalami hal itu selama bertahun-tahun tanpa ada inisiatif bertanya ke orang lain. Emank dasarnya aku orang yang lebih suka tahu dengan mencari tahu sendiri daripada bertanya ke orang. Lebih puas saja rasanya (sok-sok an detektif gitu hehe...). Ups satu lagi. Biar ga gampang di "tipu" lagi, bae2 liat apa yang dilakuin ma bang sopir sebelum lampu rating itu nyala :)
Introvert yang belajar berbicara didepan publik.
Trauma? hmm... alasan yang dibuat-buat saja. Mentang-mentang pernah gagal bergabung dengan crew majalah sekolah ragara ga lulus tes wawancara. Bahkan si mbak pewawancara terlihat sangat illfeel (haha maaph ya mbak bikin mood anda anjlok :))
Tapi diawal tahun 2010 ini, mau ga mau dihadapkan pada 3 tuntutan karir yang mengharuskan aku ngomong... Tak bisa menunggu lama-lama untuk memudarkan trauma ku. Karena lepas dari bulan ini, basi semua.
Entah bagaimana caranya, tapi aku harus membangunkan diri dari bisu panjang. Menyadarkan diri bahwa itu hanya bisikan setan yang jelas ga mau lihat aku berhasil. Lihat saja, orang-orang di tipi-tipi, di koran-koran (?), pembicara, trainer dan lain sebagainya. Mereka santai saja ngomong. Mereka bisa. Apa bedanya mereka dan diriku? Sama-sama manusia. Big question-nya adalah "Apa sih yang ditakutin dari ngomong di depan umum?"...
Hmm.. Bismillah. Lebih baik menanggung resiko dari pada harus berdiam diri dan menatap kagum para pembicara yang tampak hebat itu. (Berarti kalo aku bisa ngomong didepan publik aku hebat? ya! he :) )
=============================================================
Diatas adalah tulisan saya tahun 2010. 10 tahun silam. Sepertinya momen 'terpaksa berbicara didepan umum' itu adalah ketika saya mengikuti klub debat Bahasa Inggris. Saya tipikal yang sangat sedikit berbicara. Orang bilang "kalau belum di gong belum ngomong". Maksudnya kalau tidak diajak bicara duluan saya tidak akan mulai bicara. Bahkan sampai sekarang pun masih begitu, seringnya.
Masuk ke klub debat Bahasa Inggris ini pun bukan murni kemauan saya. Ngomong yang biasa saja (ngobrol) saya jarang sekali, lha ini disuruh debat. Tapi karena paksaan (yang saya tahu diakhir bahwa ini baik untuk saya) akhirnya saya mengiyakan. Bukan sekedar kegiatan rutin organisasi, bahkan mengantarkan saya dan tim berpartisipasi dalam lomba dan sampai pada putaran final. Saya? Yang introvert ini?
Jadi untuk para (yang mengaku atau merasa) introvert diluar sana. Pada dasarnya kita bisa. Hanya mungkin perlu sedikit 'paksaan'. Entah dari diri kita sendiri, atau dorongan orang lain disekitar kita. Hilangkan semua pikiran negatif, apapun itu. Coba saja dulu. Ekspresikan dirimu. Kita bisa. 😄
Lirik lagu nasyid apakah ini?
jadi keinget nasyid pas sMa doeloe....
liriknya kira-kira seperti dibawah ini. Ada yang masih ingat judul nasyid dan vokalis nya? Tolong kasih tahu saya di kolom komentar ya 😀
dikala cinta/membuai rasa dijiwa/menghiasi hidup indahkan rasa/luluh dengki/menghapuskan benci
kala cahya-Nya/membuka mata yang terlena/sadarkan dari nafsu akan dunia/rasa yang fana dan maya semata
kan ku ungkap rasa yang terindah/tentang berkembangnya cinta/yang semerbak harum dalam jiwa/yang kekal abadi slamanyaaa.....
hanyalah untuk Allah/ kan ku serahkan/ segala penghambaan dan do'a/ dan ku tunduk dalam nurani
hanyalah untuk Allah/ kan ku sandarkan/ segala keluh dan kesah ku/ beri daku cahya Muu....
Tenang hati oleh dua perkara (sebuah puisi)
Ditenangkan hati oleh dua perkara
Amal shaleh
Dan sahabat yang setia
Tidak mengukir sepi ketika tiada
Karena sudah terpatri satu jiwa raga
Tempat mematri skenario kepercayaan
Lahir dari bening tanpa pamrih
Berkawan bukanlah pemilihan
ditujukan pada satu rasa
kekuatan persaudaraan yang kekal
bukan kekecewaan yang membisu setelahnya
Lagi-lagi, di Surabaya
Maka, menulislah untuk berbagi
perenungan pembuka: sebuah tulisan yang pernah atau sering kau buat itu setidaknya pernah mengutip sebuah statement yang kau anggap bagus, relevan dengan tulisanmu, sangat mendukung pernyataanmu, dan tentunya layak muat dalam tulisanmu (yang bahkan kau tidak tahu bagaimana kualitas tulisanmu dan seenaknya saja menentukan kualifikasi cocok tidaknya kutipan dalam tulisanmu itu,,, haha sounds like me???).
content dalam content bukan sekedar content dalam content, karena didalam content dalam content itu masih ada contentnya, dan itu dikhususkan bagi orang yang bisa menangkapnya. seperti kemarin ketika membaca tulisan teman yang dengan seluruh kebanggaannya memperkenalkan blog barunya pada saya, dan langsung saya buka untuk memastikan keeksisannya (hehe, peace phee, bukan ga percaya lho....sekedar memastikan kalau anda bisa dipercaya ;)). sang empunya blog menulis
Mari cintai bahasa kita, Bahasa Indonesia
lekuk-lekak kata "orang" diatas bukan sekedar memberikan gambaran betapa aku mencintai Bahasa Indonesia ku dengan segala keunikannya. kita bebas menggunakan
"Hack! & Crack!"
Salah satu usaha pendalamanku adalah enrich vocabulary. salah satu yang ku dapati dan membuatku kagum adalah kata "HACK". ya, sangat sangat terkesima seakan-akan
Hidup adalah perubahan. Perubahan adalah kehidupan
Well, ngomong-ngomong soal perubahan, saya benar-benar merasa mengalami perubahan sejak
"Males kok dipelihara"
Beberapa pekan lalu, disaat sedang memuncaknya absorbsi energi raga dan pikiran, meluapkan sebuah rasa yang berkali-kali muncul, berkali-kali pula gagal. Kalau dihitung bisa sampai 5 niat dalam seminggu untuk mengundurkan langkah dari niat berangkat kuliah awal. Pun berkali pula tergagalkan oleh suatu sebab yang mendadak saja tak terbantahkan, sehingga mau tak mau saya sudah berada di kelas pada waktunya. Hanya satu niat ku yang lolos, statistik industri 2 di Rabu sore yang terlampau lelah untuk ku isi walau hanya dengan duduk dan mendengarkan dosen bertutur kisah tentang apa bagaimana mengapa linier regresi itu.
Tapi yang ku herankan bukan bagaimana satu niat itu dengan segala daya dan upaya dapat meloloskan diri dari sekian banyak niat yang masih terkurung dan tak akan pernah lepas. Keterhalangan ku untuk absen dari bangku perkuliahan seakan berusaha membuka alam sadarku bahwa niat jelek itu
ga boleh dipelihara! kalo kata guru olahraga SMA ku sich "males kok dipelihara..."
sungguhpun hal tersebut baru terjadi pada saya disemester 5 ini (menggondol sebegitu banyaknya niat bolos dalam satu waktu), tapi Allah masih berkenan menetapkan ku untuk tidak meluluskan niat buruk itu. Sekali lagi, saya hanya bisa mengucap syukur.
Subhanallah, Walhamdulillah, Wallahu akbar.
Makna dibalik cerita Teko dan Isinya (Kajian Rutin MSI Ulul 'Ilmi oleh mas Marzuki Imron)
Ya... ga salah... ga buang-buang waktu ataupun tenaga ketika dalam selang waktu satu setengah jam (dan sungguh waktu terasa cepat sekali berlalu) mengikuti sebuah KANTIN (KAjiaN ruTIN) yang diadakan MSI ULUL 'ILMI TI ITS dan dipembicarai oleh mas Imron tentang makna dibalik hari raya Idul Adha. peserta sangat antusias mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir, aku pun tak akan menyalahkan mereka yang menggebu-gebu seperti itu karena memang si pembicara dapat membawakan materi yang sepertinya berat bagi orang awam, menjadi sesuatu yang mudah dipahami. point yang masih saya ingat karena cukup menancap dihati dan pikiran (hahay lebay na) yaitu ketika
bad mood vs good mood
kalaulah penyair ...
Kalaulah penyair berpanjang tangan dengan kata,
maka ilmuwan berpanjang angka dengan rumusnya
Kalaulah petani berpanjang tangan dengan padi dengan sawahnya,
maka menteri berpanjang urusan dengan kedudukannya
Kalaulah pelajar berpanjang riang dengan tugasnya,
maka pengamen berpanjang asa dengan gitar bututnya
Aku bukan penyair, bukan pula pengamen,
atau petani, bahkan pelajar,
terlebih ilmuwan, apalagi menteri.
Aku sebagai diriku, bebas dalam ber”aku”.
Berpanjang dalam asa atau tugas,
Berpanjang dalam padi atau muka,
Berpanjang dalam angka atau kata,
Berpanjang dalam urusan atau riang.
Berlarilah menembus batas, dan rasakan kau tak biasa.
Surabaya, ditengah maraknya tugas kuliah